Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan terjadi perbedaan signifikan dalam implementasi digital bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan bank umum.
Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital OJK Sukarela Batunanggar menyatakan jika pada bank umum banyak dilakukan penutupan kantor cabang karena penerapan transaksi digital, lain halnya dengan BPR dengan kantor cabang yang jumlahnya masih sama.
Hal ini disebabkan karena BPR belum optimal melakukan transaksi digital.
“Bisa dikatakan BPR masih stagnan perkembangannya, kalau mau tidak stagnan harus berubah dari bisnis model. BPR umumnya terkonsentrasi di Jawa, jumlah BPR dan kantornya sangat terkonsentrasi, kalau dengan era digital akan jadi tidak efektif karena biayanya besar,” kata Sukarela, Selasa (08/09/2020).
Selain itu untuk nasabah yang memiliki kebutuhan lebih luas cenderung akan berpindah ke BPR lain ataupun mencari jasa keuangan di fintech. Hal ini menurutnya harus menjadi pertimbangan para pimpinan BPR dalam menghadapi disrupsi di era digital.
Dia menjabarkan BPR memiliki sejumlah tantangan, seperti permodalan dan skala usaha. Perlu pengkajian lebih jauh untuk memperkuat keduanya, karena biasanya infrastruktur dan SDM terbatas. Selain itu BPR harus berkompetisi dengan bank umum dan fintech.
“Keterbatasan produk dan jasa yang ditawarkan, karena masih tradisional. Sehingga muncul pertanyaan mendasar mengapa perlu melakukan revisi ada value preposition visi dan misi secara lebih luas,” ujar Sukarela.
Selain itu, sejumlah alasan bagi BPR untuk melakukan perubahan seperti karena bisa membuat bisnisnya lebih efisien.
Kemudian organisasi pun harus lebih ramping, karena keberadaan geografis kantor-kantor cabangnya semakin tidak. Persaingan dengan bank umum ataupun fintech membuat nasabah menuntut operasi yang lebih cepat murah dan nyaman.
“Ke depan kita ingin sektor jasa keuangan lebih sehat dan berimbang misalnya tidak hanya pembiayaan UMKM tetapi juga inklusif tapi juga yang belum mendapatkan akses,” katanya.
Dia mengatakan, tak hanya fokus keuangan tapi juga ada social impact sehingga ada 6 strategi besar bagaimana melakukan transformasi digital, bagaimana memelihara sustainable impact, dengan mengembangkan leadership yang tranformasional dan tentunya membangun kapasitas internal.
sumber :